Koneksi Antar materi Modul 3.1: Pengambilan Keputusan Pemimpin
KONEKSI ANTAR MATERI MATERI MODUL 1.4 PERAN GURU DALAM BUDAYA POSITIF Oleh: I Gusti Putu Agung Arimbawa CGP Angkatan 7 SMA NEGERI 1 PETANG Meninjau ulang materi pada Modul 1.1 sampai dengan Modul 1.4, keterkaitan antar modul tersusun sangat baik. Pada modul 1.1 di sajikan materi tentang nilai Pilosofis dari Pendidikan nasional yang merupakan intisari dari pemikiran KHD. Konsep awal yang harus terbentuk adalah memahami dan mampu mengejawantahkan filosofi pendidikan KHD. Pada modul 1.2 kita harus mampu memahami dan mampu mengejawantahkan filosofi tersebut. Dalam menerapkan konsep KHD kita harus mengetahui Nilai dan Peran dari Guru. Dengan mengetahui maka seorang guru harus mampu memahami nilai diri pada dirinya sendiri dan mampu memiliki peran dalam lingkungannya bertumbuh baik sebagai individu, guru, maupun anggota masyarakat. Berlanjut pada modul 1.3 Visi Guru maka kita sebagai seorang guru melalui pemahaman dan penerapan nilai dan perannya, seorang guru memiliki harapan yang besar terhadap murid. Guru harus memiliki murid impian yang kemudian di visualisasikan dalam sebuah visi seorang guru. Visi Guru diteraapkan dan di wujudkan melalui paradigma Inquiri Apresiatif dengan tahapan B-A-G-J-A. Berdasarkan koneksi pada paket modul 1, bahwa untuk menciptakan budaya positif di lingkungan sekolah dan kelas, filosofi yang harus tertanam pada setiap guru adalah bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang berpusat pada murid, guru harus mampu menghamba pada murid sehingga mereka dapat mencapai keselamatan dan kebagaiaan yang sejati. Setelah mampu menanamkan filosofi pendidikan yang berpihak pada anak, seorang guru harus juga memiliki nilai diri yang mandiri, kreatif, inovatif, berpihak pada murid, dan reflektif. Peran yang harus diemban oleh seorang guru dalam memimpin pembelajaran, student agency, coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi, dan membangkitkan komunitas. Nilai dan peran tersebut merupakan hal penting yang harus dimiliki seorang guru, agar dapat menjadi teladan bagi murid-muridnya. Sebagai wujud nyata nilai-nilai diri dan peran seorang guru, maka guru yang baik seharusnya memiliki visi untuk mewujudkan murid impiannya. Guru yang visioner melalui visi-visinya, tentulah akan mampu membentuk motivasi intrinsik muridnya untuk bersinergi menggapai visi tersebut. Gagasan, Pemikiran, dan karakter positif yang dimiliki guru tentunya modal utama untuk menciptakan budaya positif di lingkungan sekolah maupun kelas. Keteladanan yang nyata tentunya akan mampu membentuk budaya positif bagi lingkungan dan murid-muridnya. Atas dasar pemikiran tersebut diatas, budaya positif yang akan saya lakukan di lingkungan kelas dan sekolah tempat saya mengajar adalah dimulai dari pemahaman bahwa pendidikan yang berpihak pada murid harus mampu menciptakan konsep-konsep disiplin positif. Untuk mendisipinkan murid itu tidak perlu adanya hukuman atau sebuah penghargaan. Pada dasarnya penghargaan dan hukuman itu tidak akan mampu mendisiplinkan murid dalam jangka waktu panjang, karena hal tersebut hanya memunculkan motivasi eksternal. Bertitik tolak dengan hal tersebut, untuk dapat memunculkan motivasi internal maka peran saya disekolah adalah sebagai berikut: a. Dalam peran pemimpin pembelajaran saya menggunakan Segitiga restitusi untuk membangun disiplin positif kelas. Posisi kontrol yang saya pilih adalah manejer. Posisi manager merupakan posisi ideal dalam memnuhi kebutuhan dasar siswa. Melalui posisi kontrol ini dapat membantu saya mengetahui motivasi siswa melakukan pelanggaran di kelas, dan tahu akan kebutuhan dasarnya yang belum terpenuhi. Setelah saya menstabilkan identitas dan memvalidasi kesalahannya kemudian saya akan menanyakan keyakinan kelas yang telah kita sepakati bersama. Dengan begitu siswa akan dapat mengungkapkan perasaannya dan dapat meyakini nilai-nilai kebajikan universal kelas/ sekolah. Harapan jangka panjang murid dapat menjadi pribadi yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. b. Peran selanjutnya adalah Student agency, melalui keteladanan dan praktik segitiga restitusi saya ajak siswa melalui poster dan keyakinan kelas yang disepakati bersama untuk meyakini nilai nilai kebajikan universal yang ada di lingkungan sekolah. Maka dengan begitu dapat mengurangi murid untuk melakukan pelanggaran kedisiplinan. c. Peran saya untuk Coach Bagi guru lain, ketika praktik segitiga restitusi dikelas mampu saya sajalankan maka langkah selanjutnya adalah berbagi praktik baik kepada sejawat. Membagi cara mempraktikkannya dan mengkomunikasikan kekurangan dan kelebihan menggunakan segitiga restitusi untuk mendisiplinkan siswa d. Peran saya dalam berkolaborasi adalah bersama-sama dengan Kepala Sekolah,waka kesiswaan, guru BK dan guru Agama merumuskan penerapan segitiga restitusi sebagai upaya penciptaan budaya positif di lingkungan sekolah e. Peran dalam penggerak komunitas adalah, mempresentasikah hasil praktik baik menggunakan segitiga restitusi untuk mendisiplinkan murid sebagai upaya penciptaan budaya positif disekolah kepada seluruh guru dalam rapat rutin setiap hari Senin. Dengan segitiga restitusi maka penanganan siswa akan menimbulkan kenyamana, kebahagian dan kemerdekaan pada murid dalam melakukan segenap aktivitas dalam pembelajaran. Refleksi a) Reporting Disiplin positif merupakan sebuah tindakan disiplin/ pendiplinan tanpa hukuman atau penghargaan, karena mereka mampu bertanggungjawab atas dirinya sendiri dengan motivasi intrinsik yang diyakininya sebagai nilai-nilai kebajikan universal. Pada teori kontrol yang dikemukan oleh Dr. William Glasser dalam Control Theory bahwa ada miskonsepsi yang selama ini diyakini guru 1)ilusi guru mengontrol murid, 2) ilusi bahwa menguatan positif efektif dan bermanfaat, 3)Ilusi bahwa kritik dan membuat orang bersalah dapat menguatkan karakter, 4) ilusi bahwa orang dewasa berhak untuk memaksa. Berdasarkan hal tersebut maka posisi kontrol guru itu terbagi menjadi 5 oleh Dianne Gossen yakni penghukum, pembuat merasa bersalah, teman, pemantau dan manajer. Selain teori kontrol dan posisi kontrol yang dimiliki guru, yang harus diketahui adalah bahwa hukuman dan penghargaan sama-sama pada posisi yang memberikan motivasi ekstrinsik dan dampaknya tidak baik jika sama sama diterapkan. Sama seperti dengan hukuman yang memberikan efek tidak nyaman dan memberikan rasa sakit bagi penerimanya ternyata pemberian penghargaan dapat menimbulkan efek merusak hubungan, mematikan kreativitas, menurunkan kualitas, mengurangi ketepatan dan tidak efektif. Terkait dengan hal tersebut, ternyata setiap individu memiliki motivasi tersendiri tentang konsep disiplin yang dipahami melalui 3 motiavasi yang digunakan sebagai acuan yakni motivasi 1) untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman, 2) untuk mendapatkan penghargaan dan imbalan dari orang lain, 3) Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Adapun kebutuhan dasar manusia menurut William Glasser adalah yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), kasih sayang dan rasa diterima (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan penguasaan (power). Dalam pelaksanaan disiplin positif dapat menerapkan sintak segitiga restitusi sebagai berikut: Melalui pendisiplinan menggunakan segitiga restitusi guru dapat menggunakan posisi kontrol sebagai seorang manajer seningga tahu motivasi murid dalam melakukan aksi atau tindakan. Melalui segitiga restitusi murid dapat menanamkan disiplin diri jangka panjang karena tidak menggunakan hukuman dan penghargaan. Selain itu juga, murid dapat menerapkan keyakinan kelas yang di yakini, untuk menannamkan nilai-nilai kebajikan universal. b) Reasoning Pola pikir saya banyak mengalami perubahan setelah mempelajari modul 1.4 “Budaya Positif”. Hal ini dikarenakan melalui modul yang saya pelajari saya memperoleh jawaban akan metode pendisiplinan siswa tanpa hukuman atau sanksi. Karena sebelum mempelajari modul 1.4, pola yang saya yakini adalah hukuman satu-satunya cara mendisiplinkan murid. c) Relating Pengalaman saya menerapkan segitiga restitusi adalah ketika menangani murid yang tidak mengerjakan tugas bahasa Indonesia pada saat jam kosong dan malah bermain HP. Saya praktik menggunakan segitiga restitusi dan hasilnya murid-murid yang malakukan pelanggaran disiplin dapat memperbaiki diri dan tidak merasa dihakimi dan tidak merasa mendapatkan hukuman yang memberikan dampak jangka Panjang. Dampak kebencian, tidak menghargai orang lain dan kehilangan kepercayaan diri.. d) Responding Setelah saya mempelajari modul 1.4 saya perubahan yang luar biasa, sangat bertolak belakang dengan pola pikir saya sebelumnya. Sebelum belajar modul budaya positif saya meyakini bahwa sanksi atau hukuman merupakan satu-satunya cara mendisilinkan murid. Akan tetapi setelah belajar segitiga restitusi dan menggunakannya untuk mendisiplinkan murid, saya mempercayai bahwa murid dapat mendisiplinkan diri sendiri melalui keyakinan yang dipercayainya. Hal ini sungguh luar biasa, saya merasakan kebanggaan tersendiri terhadap diri ketika mampu tidak emosi terhadap murid yang melakukan pelanggran kedisiplinan. Saya lebih mampu menghargai setiap murid saya. e) Reconstructing Setelah mempelajari dan praktik menggunakan konsep-konsep pada budaya positif yang saya terapkan, semua berjalan sesuai dengan teori. Akan tetapi ada hal yang harus saya perbaiki yakni dalam membentuk keyakinan kelas harus dikonsep dengan baik sesuai dengan kebutuhan kelas dan sesuai dengan peraturan sekolah. Melalui praktik menggunakan segitiga restitusi dalam pendisiplinan murid mulai merasakan kebanggaan tersendiri terhadap diri ketika mampu tidak emosi terhadap murid yang melakukan pelanggran kedisiplinan, lebih mampu menghargai setiap murid, dengan restitusi yang dilaksanakan memahami kebutuhan murid seperti bertahan hidup, rasa senang, rasa kasih sayang, penguasaan, kebebasan. Dari pemahaman tersebut kemudian guru mampu menempatkan diri dalam posisi control menangani permasalahan murid dengan metode segitiga restitusi sebagai posisi manajer. Proses yang dilakukan dengan memvalidasi masalah, menstabilkan identaitas dan menanyakan keyakinan. Dengan proses tersebut maka muncul sebuah motivasi dari dalam untuk mewujudkan budaya posisitf. Dalam menerapkan budaya positif di lingkungan sekolah maka peran guru penggerak sebagai pemimpin pembelajaran dan agen perubahan dalam sebuah ekosistem pendidikan yang berpihak pada murid harus mampu berkolaborasi dengan seluruh aset dan elemen sekolah untuk mewujudkan visi sekolah melalui pendekatan berbasis kekuatan Inkuiri Apresiatif dengan tahapan BAGJA. Sebagai langkah awal dalam membangun budaya di sekolah dimulai dari membangun budaya positif di kelas dengan membuat kesepakatan kelas atau keyakinan kelas yang melibatkan murid dan hasil dari kesepakatan kelas tersebut dilaksanakan oleh seluruh warga kelas dengan penuh tanggung jawab. Bila budaya positif di kelas telah dilaksanakan dan menjadi kebiasaan secara konsisten, maka akan terwujud suasana belajar di kelas yang aman, nyaman, dan menyenangkan. Dengan adanya budaya positif akan mampu menciptakan murid yang bertanggung jawab, menghormati diri dan menghormati orang lain, mandiri, dan merdeka belajar. RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF Latar belakang Sekolah merupakan lingkungan pendidikan yang menjadi rumah kedua bagi murid. Sekolah juga merupakan tempat murid belajar mengembangkan diri baik secara akademik dan non akademik untuk meraih cita-cita yang diinginkan. Sehinga murid membutuhkan perasaan, aman, dihargai,dan diterima oleh guru serta teman-temannya di sekolah. Oleh karena itu mereka akan belajar lebih baik ketika mereka memiliki persepsi yang posittif terhadap suasana lingkungan sekolah yang positif yang diciptakan melalui pembiasan budaya positif. Tujuan 1. Menumbuhkan budaya positif melalui pembiasaan 2. Menumbuhkan disiplin diri untuk membentuk motivasi intrinsik dan murid berkarakter profil pelajar Pancasila melalui kesepakatan kelas Tolok Ukur 1. Murid dan guru membuat kesepakatan kelas 2. Murid dapat melaksanakan kesepakatan kelas serta konsekuensinya secara bertanggung jawab melalui pembiasaan 3. Adanya perubahan perilaku dan karakter murid sesuai kesepakatan kelas yang telah dibuat 4. Terciptanya suasana kelas yang aman, nyaman, dan menyenangkan. Linimasa tindakan yang akan dilakukan 1. Menyusun rencana pelaksanaan pembuatan kesepakatan kelas. 2. Mensosialisasikan budaya positif dan kesepakatan kelas kepada Kepala Sekolah dan Rekan Sejawat. 3. Menentukan pelaksanaan. Pelaksanaan 1. Menjelaskan tentang kesepakatan kelas dan mekanisme pelaksanaan. 2. Guru dan murid menuliskan kesepakatan kelas di kertas sticky notes lalu menempelkannya pada papan tulis. Atau melalui g form 3. Guru dan murid menyepakati nilai-nilai kebajikan pada kesepakatan kelas yang sudah ditentukan bersama. 4. Guru mengontrol pelaksanaan kesepakatan kelas. Evaluasi 1. Melakukan evaluasi pelaksanaan dan refleksi tindakan yang telah dilakukan. 2. Meminta saran dan masukan kepada Kepala Sekolah, Rekan Sejawat, orang tua murid terkait perilaku setelah penerapan kesepakatan kelas. Dukungan yang dibutuhkan 1. Bahan dan alat: sticky notes, video, banner, ponsel dan laptop untuk sosialisasi tindakan. G-form 2. Kepala Sekolah yang merupakan teladan bagi murid 3. Rekan Sejawat adalah guru yang menjadi contoh bagi murid di sekolah. 4. Murid sebagai pelaksana pembelajaran. 5. Orang tua murid yang mendukung pembiasaan disiplin diri di rumah.
menangani murid dan berupaya untuk selalu menagtasi permasalah murid dengan menerapkan segitiga restitusi https://youtu.be/IqF7LMg7dZM
EFEKTIVITAS TEKNIK SISIPAN (LITERASI, DISKUSI DAN PENYAJIAN) DALAM PEMBELAJARAN RESPIRASI MANUSIA PENDAHULUAN Setiap guru selalu menginginkan proses pembelajaran yang dilaksanakannya meyenangkan dan berpusat pada peserta didik. Peserta didik antusias mengacungkan tangan untuk menjawab pertanyaan atau memberikan pendapat, bersorak merayakan keberhasilan mereka, bertukar informasi dan saling memberikan semangat. Tujuan akhir dari semua proses itu adalah penguasaan konsep dan hasil belajar yang memuaskan. Mudjiman dalam Prihadi (2013: vii) mengatakan bahwa dengan pesatnya kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang sudah mulai masuk pada dunia pendidikan, pembelajaran yang hanya mengandalkan proses klasikal di kelas perlu didesain ulang karena tidak selalu memfasilitasi keanekaragaman gaya belajar peserta didik. Dalam era informasi seperti saat ini, guru dalam melaksanakan pembelajaran sebaiknya memanfaatkan sumber belajar online dan menggunakan beragam media dan metode pembelajaran, sehingga dapat menarik perhatian dan dapat membangkitkan semangat belajar siswa dalam proses pembelajaran. Observasi awal dan wawancara yang dilakukan di SMA Negeri 1 Petang pada 04 Maret 2022. Diperoleh informasi bahwa guru menggunakan metode ceramah dan diskusi. Hasil wawancara yang dilakukan terhadap 13 siswa, 11 diantaranya mengatakan bahwa metode belajar yang monoton dan tidak bervariasi menyebabkan mereka merasa bosan, sehingga mereka kurang tertarik untuk menyimak dan memperhatikan penjelasan guru. Akibatnya mereka kurang memahami materi pembelajaran. Dari wawancara guru biologi SMA Negeri 1 Petang, mengatakan bahwa waktu pembelajaran yang terbatas menyebabkan proses pembelajaran menjadi kurang efektif karena materi-materi pada mata pelajaran biologi cukup padat sehingga tidak semua materi pelajaran bisa dijelaskan secara optimal. Berdasarkan data nilai tes awal siswa kelas XI MIPA 4, terdapat 31 siswa tidak tuntas, 1 sakit dan 1 siswa ijin dari jumlah keseluruhan siswa 33 orang dengan KKM 70. Belum tercapainya KKM bagi siswa kelas XI MIPA 4, menyebabkan perlunya diterapkan model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan hasil belajar siswa serta dapat menjawab tantangan pembelajaran di PTMT Covid 19, Tekhnik “SISIPAN” merupakan alternatif solusi yang dapat digunakan agar hasil belajar meningkat. Menurut Ukti Lutvaidah dalam Nanda Rayani (2021), tentang Implementasi Pembelajaran Blended Learning Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Man 2 Kota Jambi di Era New Normal Pandemi Covid-19 setiap peserta didik yang mengikuti proses pembelajaran pasti mengharapkan hasil belajar yang baik, karena hasil belajar yang baik menjadi cerminan tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran. Hasil belajar yang baik dapat dicapai melalui proses belajar yang baik pula. Berdasarkan hasil observasi terhadap siswa, dapat diketahui bahwa rendahnya kualitas pembelajaran biologi bersumber pada: 1) kurang efektifnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran lebiih cenderung guru sebagai penceramah dan sedikit memberikan kesempatan untuk berkembangnya siswa sesuai dengan skill yang dimiliki sehingga tingkat kebosanan siswa timbul dan motivasi siswa menjadi sangat rendah. Untuk itulah diperlukan kreativitas guru dalam memngembangkan proses pembelajaran, 2) metode pembelajaran yang digunakan belum tepat dan belum berdasarkan kebutuhan dari kelas bersangkutan, tetapi lebih karena tuntutan materi. Tuntutan materi yang dimaksud adalah segera bisa diselesaikannya setiap kompotensi dasar sesuai waktu dalam kalender akademik tanpa memperhatikan daya tangkap dan kemampuan dari siswa, 3) siswa kurang fokus pada saat menerima pelajaran dan lebih banyak melakukan aktivitas di luar aspek pembelajaran, misalnya ramai, celometan, kipas-kipas, berbicara sendiri dengan teman sebangku, 4) banyak siswa yang tidak memiliki buku acuan yang diberikan guru, hanya sebagian kecil yang punya karena keterbatasan dana sehingga siswa kurang dalam penguasaan konsep, 5) dalam pembelajaran guru lebih menekankan pada hasil pembelajaran yang akan dicapai daripada proses pembelajaran yang berlangsung, 6) sarana prasarana yang ada belum digunakan, 7) belum tampak adanya inovasi atau pembaharuan pembelajaran sehingga kualitas proses pembelajaran belum sepenuhnya terlaksana dengan optimal. Untuk mengantisipasi hal tersebut perlu dikembangkan strategi pembelajaran biologi yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka. Salah satu Tekhnik pembelajaran yang dapat diterapkan adalah dengan EFEKTIVITAS TEKNIK SISIPAN (LITERASI, DISKUSI DAN PENYAJIAN) DALAM PEMBELAJARAN RESPIRASI MANUSIA Pembelajaran berpusat pada siswa (student centered learning) ini, siswa bertanggung jawab lebih untuk memantau kemajuan belajar mereka sendiri. Siswa lebih terlibat jauh dalam berpikir tingkat yang lebih tinggi (high order thinking). Dalam pendekatan ini siswa secara berdiskusi dengan kelompoknya mengeksplorasi secara mandiri terhadap suatu permasalahan. Siswa memperoleh kesempatan dan fasilitas untuk membangun sendiri pengetahuannya sehingga mereka akan memperoleh pemahaman yang mendalam yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu kualitas siswa. Alasan rasional penggunaan Teknik “SISIPAN” adalah bahwa siswa akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai sains dan akan lebih tertarik terhadap sains jika mereka dilibatkan secara aktif dalam “melakukan” sains. Investigasi yang dilakukan oleh siswa merupa-kan tulang punggung Teknik “SISIPAN”. Investigasi ini difokuskan untuk memahami konsep-konsep Sains dan meningkatkan keterampilan proses berpikir ilmiah siswa. Diyakini bahwa pemahaman konsep merupakan hasil dari proses berfikir ilmiah tersebut (Blosser, 1990). Dalam pembelajaran dengan Teknik “Sisipan” ini sangat di harap-kan keterlibatan peserta didik secara utuh mulai dari merancang pem-belajaran sesuai arahan awal, mendiskusikan dan sekaligus dam mempublikasikan baik di kelas maupun di luar kelas. Dalam pembelaja-ran ini guru hanya berperan sebagai fasilitator dalam segenap proses yang dilakukan. Peserta didik bertanggung jawab penuh dengan proses pembelajaran yang akan dilaksanakan, saat sedang berlangsung sampai berkahirnya pembelajaran. Dalam keterlibatannya siswa mempersiapkan fasilitas pembelaja-ran berupa buku, link youtube maupun link materi lainnya dan buku pelajaran sesuai materi. Dalam prosesnya perangkat kelompok, fasilitas kelompok berupa laptop, manila, kertas lainnya, lcd dan spidol serta in-ternet dan listrik harus ada sebagai bagian proses yang dilakukan. Dalam pelaksanaanya dari awal pembelajaran dengan melalui tahapan siswa sembahyang, melakukan absensi pada siswa, menyam-bung Kembali materi pembelajaran sebelumnya untuk dikaitkan dengan kegiatan yang akan dilakukan. Pda tahapan berikutnya siswa diarhakan pada materi dengan memperkenalkan tujuan pembelajaran yang dil-akukandan indicator yang di gunakan dalam proses pembelajaran. Setelah itu peserta didik melakukan literasi pelajaran dengan materi respirasi manusia dari struktur, fungsi, proses dan kapasitas paru manu-sia. Hasil literasi tersebut dituangkan dalam tulisan untuk dilaksanakan diskusi kelompok internal yang akan disajikan dalam ddiskusi kelompok besar dalam sesia presentasi kelompok hasil diskusi. Setelah proses diskusi dilaksnakan selanjutnya penugasan untuk melaksanakan praktik tentang kapasitas paru yang di laporkan hasinya berupa video, foto mau-pun naskah dalam format ppt atau word. Setelah fase pembuatan kapasitas paru berlanjut dengan pembu-atan poster sebagai kreativitas siswa dalam mewujudkan merdeka belajar dan menunjukaan bahwa senang dalam kegiatan pembelajaran dalam merdeka belajar. Tahap akhir dilakukan refleksi pembelajaran dengan melaksanakan tes kognitif yang dilakukan dengan metode quizzis. DAFTAR PUSTAKA Adam, steffi dan Muhammad T.S. “Pemanfaatan Media Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi Bagi Siswa Kelas X Sma Ananda Batam.” CBIS Journal 3 No 2, no. ISSN 2337-8794 (2015): 78–90. Ahmadi, Abu. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta, 2011. Arsyad, A. 2005. Media Pembelajaran. Jakarta : PT. Grafindo Persada. Arikunto, Suharsimi, dkk. 2014. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara Ayu S. 2017. Pengembangan Media Pembelajaran Elektronik (E-learning) Berbasis Situs Web Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Koperasi Siswa 13 Kelas XII IPS SMA Negeri Pajangan 1 Tahun Ajaran 2017/2018. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Yogyakarta: Yogyakarta. Edupai. Pembelajaran dengan Google Classroom (Online) (https://www.edupai.web.id/2015/07/pembelajaran-dengan googleclassroom.html?m=1, diakses 10 Mei 2018). Hake, Richard. (2012). Analyzing Change/Gain Scores. USA: Indiana Universiti Cah Sasmin, 2022. Poter (Definisi, Tujuan, Ciri, Macam, Gambar) https://www.artikelmateri.com/2016/03/poster-adalah-pengertian ciri-tujuan-jenis-macam-membuat-gambar.html Hsb, Abd Aziz. “Kontribusi Lingkungan Belajar Dan Proses Pembelajaran Terhadap Prestasi Belajar Siswa Di Sekolah.” Jurnal Tarbiyah 25, no. 2 (2018). Husamah, Dkk. Belajar Dan Pembelajaran. Malang: Universitas Muhamadiyah Malang, 2018. Jalinus, Nizwardi. Media Dan Sumber Pembelajaran. Jakarta: Kencana, 2016. Mulyana, E. & Saepudin, A. 2006. Perkembnagan dan pemanfaatan teknologi informasi dalam penyelenggaraan pendidikan jarak jauh. Jurnal Teknodik. No. 18/X/TEKNODIK/Juni/2006, hal 119-134. Penerbit: Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan Depdiknas. Muhadi, F. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Sanata Dharma, 2013. Mulyasa, E. Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif Dan Menyenangkan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013 Ues Anis Chaeruman. (2020). Contoh Model Pembelajaran Era New normal Own It, Learn It, Share It, https://www.youtube.com/watch?v=EygzV9orFCo Yoga Parwata, I Made. (2021). Pembelajaran Gerak Dalam Pendidikan Jasmani Dari Perspektif Merdeka Belajar. Indonesian Journal Of Educational Developmet, 2(2), hlm. 219-228, Agustus 2021. Olifia Rombot. Dr. S.Sos. S.Pd.,M.Pd. 2021 Own It, Share It, Learn It. https://pgsd.binus.ac.id/2021/04/10/own-it-learn-it-share-it/ https://drive.google.com/file/d/192hQEcKmovu-4hBg15LvLEiZekcEkgxm/vhttps://drive.google.com/file/d/192hQEcKmovu-4hBg15LvLEiZekcEkgxm/view?usp=sharingiew?usp=sharing