Kamis, 15 Desember 2022

KONEKSI ANTAR MATERI MATERI MODUL 1.4 PERAN GURU DALAM BUDAYA POSITIF Oleh: I Gusti Putu Agung Arimbawa CGP Angkatan 7 SMA NEGERI 1 PETANG Meninjau ulang materi pada Modul 1.1 sampai dengan Modul 1.4, keterkaitan antar modul tersusun sangat baik. Pada modul 1.1 di sajikan materi tentang nilai Pilosofis dari Pendidikan nasional yang merupakan intisari dari pemikiran KHD. Konsep awal yang harus terbentuk adalah memahami dan mampu mengejawantahkan filosofi pendidikan KHD. Pada modul 1.2 kita harus mampu memahami dan mampu mengejawantahkan filosofi tersebut. Dalam menerapkan konsep KHD kita harus mengetahui Nilai dan Peran dari Guru. Dengan mengetahui maka seorang guru harus mampu memahami nilai diri pada dirinya sendiri dan mampu memiliki peran dalam lingkungannya bertumbuh baik sebagai individu, guru, maupun anggota masyarakat. Berlanjut pada modul 1.3 Visi Guru maka kita sebagai seorang guru melalui pemahaman dan penerapan nilai dan perannya, seorang guru memiliki harapan yang besar terhadap murid. Guru harus memiliki murid impian yang kemudian di visualisasikan dalam sebuah visi seorang guru. Visi Guru diteraapkan dan di wujudkan melalui paradigma Inquiri Apresiatif dengan tahapan B-A-G-J-A. Berdasarkan koneksi pada paket modul 1, bahwa untuk menciptakan budaya positif di lingkungan sekolah dan kelas, filosofi yang harus tertanam pada setiap guru adalah bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang berpusat pada murid, guru harus mampu menghamba pada murid sehingga mereka dapat mencapai keselamatan dan kebagaiaan yang sejati. Setelah mampu menanamkan filosofi pendidikan yang berpihak pada anak, seorang guru harus juga memiliki nilai diri yang mandiri, kreatif, inovatif, berpihak pada murid, dan reflektif. Peran yang harus diemban oleh seorang guru dalam memimpin pembelajaran, student agency, coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi, dan membangkitkan komunitas. Nilai dan peran tersebut merupakan hal penting yang harus dimiliki seorang guru, agar dapat menjadi teladan bagi murid-muridnya. Sebagai wujud nyata nilai-nilai diri dan peran seorang guru, maka guru yang baik seharusnya memiliki visi untuk mewujudkan murid impiannya. Guru yang visioner melalui visi-visinya, tentulah akan mampu membentuk motivasi intrinsik muridnya untuk bersinergi menggapai visi tersebut. Gagasan, Pemikiran, dan karakter positif yang dimiliki guru tentunya modal utama untuk menciptakan budaya positif di lingkungan sekolah maupun kelas. Keteladanan yang nyata tentunya akan mampu membentuk budaya positif bagi lingkungan dan murid-muridnya. Atas dasar pemikiran tersebut diatas, budaya positif yang akan saya lakukan di lingkungan kelas dan sekolah tempat saya mengajar adalah dimulai dari pemahaman bahwa pendidikan yang berpihak pada murid harus mampu menciptakan konsep-konsep disiplin positif. Untuk mendisipinkan murid itu tidak perlu adanya hukuman atau sebuah penghargaan. Pada dasarnya penghargaan dan hukuman itu tidak akan mampu mendisiplinkan murid dalam jangka waktu panjang, karena hal tersebut hanya memunculkan motivasi eksternal. Bertitik tolak dengan hal tersebut, untuk dapat memunculkan motivasi internal maka peran saya disekolah adalah sebagai berikut: a. Dalam peran pemimpin pembelajaran saya menggunakan Segitiga restitusi untuk membangun disiplin positif kelas. Posisi kontrol yang saya pilih adalah manejer. Posisi manager merupakan posisi ideal dalam memnuhi kebutuhan dasar siswa. Melalui posisi kontrol ini dapat membantu saya mengetahui motivasi siswa melakukan pelanggaran di kelas, dan tahu akan kebutuhan dasarnya yang belum terpenuhi. Setelah saya menstabilkan identitas dan memvalidasi kesalahannya kemudian saya akan menanyakan keyakinan kelas yang telah kita sepakati bersama. Dengan begitu siswa akan dapat mengungkapkan perasaannya dan dapat meyakini nilai-nilai kebajikan universal kelas/ sekolah. Harapan jangka panjang murid dapat menjadi pribadi yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. b. Peran selanjutnya adalah Student agency, melalui keteladanan dan praktik segitiga restitusi saya ajak siswa melalui poster dan keyakinan kelas yang disepakati bersama untuk meyakini nilai nilai kebajikan universal yang ada di lingkungan sekolah. Maka dengan begitu dapat mengurangi murid untuk melakukan pelanggaran kedisiplinan. c. Peran saya untuk Coach Bagi guru lain, ketika praktik segitiga restitusi dikelas mampu saya sajalankan maka langkah selanjutnya adalah berbagi praktik baik kepada sejawat. Membagi cara mempraktikkannya dan mengkomunikasikan kekurangan dan kelebihan menggunakan segitiga restitusi untuk mendisiplinkan siswa d. Peran saya dalam berkolaborasi adalah bersama-sama dengan Kepala Sekolah,waka kesiswaan, guru BK dan guru Agama merumuskan penerapan segitiga restitusi sebagai upaya penciptaan budaya positif di lingkungan sekolah e. Peran dalam penggerak komunitas adalah, mempresentasikah hasil praktik baik menggunakan segitiga restitusi untuk mendisiplinkan murid sebagai upaya penciptaan budaya positif disekolah kepada seluruh guru dalam rapat rutin setiap hari Senin. Dengan segitiga restitusi maka penanganan siswa akan menimbulkan kenyamana, kebahagian dan kemerdekaan pada murid dalam melakukan segenap aktivitas dalam pembelajaran. Refleksi a) Reporting Disiplin positif merupakan sebuah tindakan disiplin/ pendiplinan tanpa hukuman atau penghargaan, karena mereka mampu bertanggungjawab atas dirinya sendiri dengan motivasi intrinsik yang diyakininya sebagai nilai-nilai kebajikan universal. Pada teori kontrol yang dikemukan oleh Dr. William Glasser dalam Control Theory bahwa ada miskonsepsi yang selama ini diyakini guru 1)ilusi guru mengontrol murid, 2) ilusi bahwa menguatan positif efektif dan bermanfaat, 3)Ilusi bahwa kritik dan membuat orang bersalah dapat menguatkan karakter, 4) ilusi bahwa orang dewasa berhak untuk memaksa. Berdasarkan hal tersebut maka posisi kontrol guru itu terbagi menjadi 5 oleh Dianne Gossen yakni penghukum, pembuat merasa bersalah, teman, pemantau dan manajer. Selain teori kontrol dan posisi kontrol yang dimiliki guru, yang harus diketahui adalah bahwa hukuman dan penghargaan sama-sama pada posisi yang memberikan motivasi ekstrinsik dan dampaknya tidak baik jika sama sama diterapkan. Sama seperti dengan hukuman yang memberikan efek tidak nyaman dan memberikan rasa sakit bagi penerimanya ternyata pemberian penghargaan dapat menimbulkan efek merusak hubungan, mematikan kreativitas, menurunkan kualitas, mengurangi ketepatan dan tidak efektif. Terkait dengan hal tersebut, ternyata setiap individu memiliki motivasi tersendiri tentang konsep disiplin yang dipahami melalui 3 motiavasi yang digunakan sebagai acuan yakni motivasi 1) untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman, 2) untuk mendapatkan penghargaan dan imbalan dari orang lain, 3) Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Adapun kebutuhan dasar manusia menurut William Glasser adalah yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), kasih sayang dan rasa diterima (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan penguasaan (power). Dalam pelaksanaan disiplin positif dapat menerapkan sintak segitiga restitusi sebagai berikut:
Melalui pendisiplinan menggunakan segitiga restitusi guru dapat menggunakan posisi kontrol sebagai seorang manajer seningga tahu motivasi murid dalam melakukan aksi atau tindakan. Melalui segitiga restitusi murid dapat menanamkan disiplin diri jangka panjang karena tidak menggunakan hukuman dan penghargaan. Selain itu juga, murid dapat menerapkan keyakinan kelas yang di yakini, untuk menannamkan nilai-nilai kebajikan universal. b) Reasoning Pola pikir saya banyak mengalami perubahan setelah mempelajari modul 1.4 “Budaya Positif”. Hal ini dikarenakan melalui modul yang saya pelajari saya memperoleh jawaban akan metode pendisiplinan siswa tanpa hukuman atau sanksi. Karena sebelum mempelajari modul 1.4, pola yang saya yakini adalah hukuman satu-satunya cara mendisiplinkan murid. c) Relating Pengalaman saya menerapkan segitiga restitusi adalah ketika menangani murid yang tidak mengerjakan tugas bahasa Indonesia pada saat jam kosong dan malah bermain HP. Saya praktik menggunakan segitiga restitusi dan hasilnya murid-murid yang malakukan pelanggaran disiplin dapat memperbaiki diri dan tidak merasa dihakimi dan tidak merasa mendapatkan hukuman yang memberikan dampak jangka Panjang. Dampak kebencian, tidak menghargai orang lain dan kehilangan kepercayaan diri.. d) Responding Setelah saya mempelajari modul 1.4 saya perubahan yang luar biasa, sangat bertolak belakang dengan pola pikir saya sebelumnya. Sebelum belajar modul budaya positif saya meyakini bahwa sanksi atau hukuman merupakan satu-satunya cara mendisilinkan murid. Akan tetapi setelah belajar segitiga restitusi dan menggunakannya untuk mendisiplinkan murid, saya mempercayai bahwa murid dapat mendisiplinkan diri sendiri melalui keyakinan yang dipercayainya. Hal ini sungguh luar biasa, saya merasakan kebanggaan tersendiri terhadap diri ketika mampu tidak emosi terhadap murid yang melakukan pelanggran kedisiplinan. Saya lebih mampu menghargai setiap murid saya. e) Reconstructing Setelah mempelajari dan praktik menggunakan konsep-konsep pada budaya positif yang saya terapkan, semua berjalan sesuai dengan teori. Akan tetapi ada hal yang harus saya perbaiki yakni dalam membentuk keyakinan kelas harus dikonsep dengan baik sesuai dengan kebutuhan kelas dan sesuai dengan peraturan sekolah. Melalui praktik menggunakan segitiga restitusi dalam pendisiplinan murid mulai merasakan kebanggaan tersendiri terhadap diri ketika mampu tidak emosi terhadap murid yang melakukan pelanggran kedisiplinan, lebih mampu menghargai setiap murid, dengan restitusi yang dilaksanakan memahami kebutuhan murid seperti bertahan hidup, rasa senang, rasa kasih sayang, penguasaan, kebebasan. Dari pemahaman tersebut kemudian guru mampu menempatkan diri dalam posisi control menangani permasalahan murid dengan metode segitiga restitusi sebagai posisi manajer. Proses yang dilakukan dengan memvalidasi masalah, menstabilkan identaitas dan menanyakan keyakinan. Dengan proses tersebut maka muncul sebuah motivasi dari dalam untuk mewujudkan budaya posisitf. Dalam menerapkan budaya positif di lingkungan sekolah maka peran guru penggerak sebagai pemimpin pembelajaran dan agen perubahan dalam sebuah ekosistem pendidikan yang berpihak pada murid harus mampu berkolaborasi dengan seluruh aset dan elemen sekolah untuk mewujudkan visi sekolah melalui pendekatan berbasis kekuatan Inkuiri Apresiatif dengan tahapan BAGJA. Sebagai langkah awal dalam membangun budaya di sekolah dimulai dari membangun budaya positif di kelas dengan membuat kesepakatan kelas atau keyakinan kelas yang melibatkan murid dan hasil dari kesepakatan kelas tersebut dilaksanakan oleh seluruh warga kelas dengan penuh tanggung jawab. Bila budaya positif di kelas telah dilaksanakan dan menjadi kebiasaan secara konsisten, maka akan terwujud suasana belajar di kelas yang aman, nyaman, dan menyenangkan. Dengan adanya budaya positif akan mampu menciptakan murid yang bertanggung jawab, menghormati diri dan menghormati orang lain, mandiri, dan merdeka belajar. RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF Latar belakang Sekolah merupakan lingkungan pendidikan yang menjadi rumah kedua bagi murid. Sekolah juga merupakan tempat murid belajar mengembangkan diri baik secara akademik dan non akademik untuk meraih cita-cita yang diinginkan. Sehinga murid membutuhkan perasaan, aman, dihargai,dan diterima oleh guru serta teman-temannya di sekolah. Oleh karena itu mereka akan belajar lebih baik ketika mereka memiliki persepsi yang posittif terhadap suasana lingkungan sekolah yang positif yang diciptakan melalui pembiasan budaya positif. Tujuan 1. Menumbuhkan budaya positif melalui pembiasaan 2. Menumbuhkan disiplin diri untuk membentuk motivasi intrinsik dan murid berkarakter profil pelajar Pancasila melalui kesepakatan kelas Tolok Ukur 1. Murid dan guru membuat kesepakatan kelas 2. Murid dapat melaksanakan kesepakatan kelas serta konsekuensinya secara bertanggung jawab melalui pembiasaan 3. Adanya perubahan perilaku dan karakter murid sesuai kesepakatan kelas yang telah dibuat 4. Terciptanya suasana kelas yang aman, nyaman, dan menyenangkan. Linimasa tindakan yang akan dilakukan 1. Menyusun rencana pelaksanaan pembuatan kesepakatan kelas. 2. Mensosialisasikan budaya positif dan kesepakatan kelas kepada Kepala Sekolah dan Rekan Sejawat. 3. Menentukan pelaksanaan. Pelaksanaan 1. Menjelaskan tentang kesepakatan kelas dan mekanisme pelaksanaan. 2. Guru dan murid menuliskan kesepakatan kelas di kertas sticky notes lalu menempelkannya pada papan tulis. Atau melalui g form 3. Guru dan murid menyepakati nilai-nilai kebajikan pada kesepakatan kelas yang sudah ditentukan bersama. 4. Guru mengontrol pelaksanaan kesepakatan kelas. Evaluasi 1. Melakukan evaluasi pelaksanaan dan refleksi tindakan yang telah dilakukan. 2. Meminta saran dan masukan kepada Kepala Sekolah, Rekan Sejawat, orang tua murid terkait perilaku setelah penerapan kesepakatan kelas. Dukungan yang dibutuhkan 1. Bahan dan alat: sticky notes, video, banner, ponsel dan laptop untuk sosialisasi tindakan. G-form 2. Kepala Sekolah yang merupakan teladan bagi murid 3. Rekan Sejawat adalah guru yang menjadi contoh bagi murid di sekolah. 4. Murid sebagai pelaksana pembelajaran. 5. Orang tua murid yang mendukung pembiasaan disiplin diri di rumah.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda